Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sindrom "Nanti Aja Deh": Kenapa Kita Suka Menunda Walau Tahu Akibatnya Buruk?

Kamu pasti pernah merasakannya. Deadline tugas atau pekerjaan tinggal menghitung hari, laporan sudah menumpuk, cucian kotor sudah setinggi gunung, tapi kamu malah asyik nonton serial, scroll TikTok, atau cuma rebahan sambil menatap langit-langit. Perasaan tahu bahwa kamu harus segera mengerjakan sesuatu, tapi tubuh dan pikiranmu seolah menolak, itu namanya prokrastinasi.

Jutaan orang mengalami ini setiap hari. Rasanya seperti ada perang batin antara "aku harus produktif" dan "ah, sebentar lagi deh." Anehnya, meskipun kita tahu menunda itu bisa berakibat fatal—nilai jelek, dimarahi atasan, atau kamar jadi berantakan—kita tetap saja melakukannya. Kenapa sih, kok bisa begitu? Ternyata ada penjelasan sains dan psikologis yang unik di baliknya.

1. Otak yang Mencari Kesenangan Instan

Otak kita, terutama bagian prefrontal cortex yang bertanggung jawab untuk membuat keputusan dan merencanakan masa depan, punya hubungan yang rumit dengan bagian yang memproses kesenangan instan, yaitu limbic system. Saat dihadapkan pada tugas yang sulit atau membosankan, otak kita cenderung mencari "hadiah" yang mudah dan cepat.

Misalnya, mengerjakan laporan yang butuh berjam-jam itu tidak memberikan gratifikasi instan. Sebaliknya, menonton video lucu di YouTube atau mengobrol dengan teman di WhatsApp memberikan dopamin (hormon kesenangan) dalam hitungan detik. Otak kita secara alami akan memilih jalur yang paling "menyenangkan" pada saat itu. Jadi, daripada menghadapi ketidaknyamanan, otak kita menyarankan, "Main hape aja, lebih seru!"

2. Persepsi Waktu yang Aneh: Kita Butuh "Deadline Monster"

Secara psikologis, kita cenderung memandang diri kita di masa depan sebagai "orang asing" yang berbeda dari diri kita yang sekarang. Ada istilah yang disebut temporal discounting, di mana kita menilai manfaat dari suatu tindakan jauh lebih rendah jika manfaat itu baru akan datang di masa depan.

Contohnya, kamu tahu kalau menyelesaikan tugas sekarang akan membuatmu lebih tenang besok. Tapi, "diri kamu yang sekarang" lebih peduli dengan kenyamanan saat ini. Sementara "diri kamu di masa depan" yang akan pusing karena deadline, dianggap sebagai masalah orang lain. Baru ketika "diri di masa depan" itu sudah menjadi "diri sekarang," kita panik dan akhirnya kerja kebut semalam.

3. Kesempurnaan yang Menjerumuskan: Terlalu Perfeksionis

Ini adalah paradox yang sering terjadi. Prokrastinasi tidak hanya terjadi karena malas, tapi juga karena rasa takut. Takut kalau hasil yang kita kerjakan tidak akan sempurna. Pikiran seperti "Kalau tidak bisa sempurna, mending tidak usah dimulai" sering menghantui para perfeksionis.

Akibatnya, mereka menunda-nunda sampai menit terakhir, karena sadar bahwa mereka tidak punya cukup waktu untuk membuat hasil yang sempurna. Menariknya, alasan "waktu mepet" ini justru menjadi pembenaran untuk hasil yang kurang sempurna, sehingga mereka bisa menghindari perasaan gagal.

4. Stres dan Emosi Negatif yang Jadi Pemicu

Prokrastinasi seringkali bukan masalah manajemen waktu, melainkan masalah manajemen emosi. Kita menunda tugas bukan karena kita tidak tahu bagaimana mengerjakannya, tapi karena tugas itu memicu emosi negatif—seperti rasa bosan, cemas, atau frustrasi.

Contohnya, laporan yang rumit bisa membuatmu cemas. Alih-alih menghadapi kecemasan itu, otakmu menyuruhmu untuk lari ke hal lain yang lebih menyenangkan. Prokrastinasi adalah cara otak untuk menghindari perasaan tidak nyaman yang muncul dari tugas yang ada.

5. "Planning Fallacy": Optimisme yang Berlebihan

Ini adalah kecenderungan kita untuk meremehkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu tugas. Kita sering berpikir, "Ah, ini cuma butuh satu jam kok," padahal kenyataannya bisa lebih dari itu.

Contohnya, kamu berpikir bisa menyelesaikan presentasi dalam semalam, padahal faktanya kamu butuh waktu tiga hari. Keyakinan berlebihan ini membuat kita merasa punya banyak waktu, sehingga kita santai-santai di awal dan baru panik ketika waktu sudah benar-benar habis.

Jadi, Bagaimana Cara Mengatasinya?

  • Mulai dari yang Paling Mudah: Jangan langsung memikirkan tugas yang besar. Bagi tugas menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah. Memulai dari yang paling kecil akan memberikan dorongan dopamin yang membuatmu termotivasi untuk melanjutkan.

  • Gunakan Aturan 5 Menit: Jika ada tugas yang sulit, janjikan pada dirimu sendiri untuk mengerjakannya selama 5 menit saja. Seringkali, begitu kamu sudah mulai, kamu akan merasa lebih mudah untuk melanjutkannya.

  • Maafkan Dirimu: Jangan terlalu keras pada diri sendiri karena menunda. Memaafkan diri bisa mengurangi stres dan kecemasan, yang justru bisa memicu prokrastinasi.

  • Buat Lingkungan yang Mendukung: Jauhkan hal-hal yang bisa mengganggu, seperti hape atau notifikasi media sosial.

  • Reward Diri Sendiri: Setelah menyelesaikan satu bagian tugas, berikan hadiah kecil pada dirimu sendiri, seperti minum kopi, mendengarkan lagu, atau istirahat sebentar.

Prokrastinasi memang musuh bebuyutan, tapi dengan memahami cara kerja otak kita, kita bisa menyusun strategi yang lebih cerdas untuk mengalahkannya. Jadi, sudah siap menaklukkan "nanti aja deh" hari ini?

Posting Komentar untuk "Sindrom "Nanti Aja Deh": Kenapa Kita Suka Menunda Walau Tahu Akibatnya Buruk?"

JAS HUJAN SETELAN PRIA WANITA BY HCS
BAHAN PVC 0.25 TEBAL LENTUR ANTI REMBES BERKUALITAS dengan harga Rp51.200. Dapatkan di Shopee sekarang!